Header Ads

ads header

1001 Kisah Makesta: Sepucuk Surat dari Pocong yang Baik Hati

 Syarif
Dok. PAC IPNU-IPPNU Ngronggot 2015

Sejak kelas tiga SD dulu, aku sudah penasaran dengan yang namanya Makesta. Iya, sangat penasaran. Dan penasaran banget, deh, pokoknya. Ya, itu gara-gara Masku menceritakan pengalamannya tentang Makesta. Dari ceritanya, terdengar sangat seru di telingaku. Dan mulai saat itulah kutanamkan dalam hatiku bahwa kelak, saat aku sudah kelas 2 SMP, aku akan ikut Makesta.

Kini Makesta sudah di depan mata: tiga hari lagi. Kebetulan, Masku jadi Ketua Panitia, jadi aku bisa dengan santai mengikutinya. Sebab, ada Masku yang akan langsung menolongku jika ada apa-apa.

"Delliya, sampean tidak jadi ikut Makesta 'kan?" tanya Mas Wiryo kepadaku. Kulihat wajahnya dan matanya memperlihatkan sinyal yang tidak mengenakkan.

"Ya jadilah, Mas," jawabku, "Ada informasi apa? Apa ada masalah dengan Makestanya? Nggah jadi 'kah?" terpaksa kulempar banyak pertanyaan, karena aku kesal dan penasaran.

****

Saat ini cakrawala masih sangat cerah. Matahari masih betah memamerkan kegagahannya dari ufuk barat. Namun, aku tak tertarik dengan dia. Sekarang, aku hanya tertarik dengan satu hal: Makesta.

Syukurlah, Makesta tetap jadi diselenggarakan, walaupun harus diundur seminggu karena ada masalah di kepanitiaan. Namun, aku tak tahu sama sekali tentang masalah itu, karena kata Masku, aku belum cukup umur untuk mengetahui masalah itu. Dan aku setuju dengan yang dikatakan Masku. Aku nggak mau tahu, yang ku mau hanya satu: ikut Makesta secepatnya.

Di tanganku sudah ada buku materi Makesta. Setelah kubaca sekilas, kini aku tahu bahwa dalam Makesta ini kami akan mendapat lima materi penting, yaitu Ke-NU-an, Ke-Aswaja-an, Keorganisasian, Kepemimpinan, dan Ke-IPNU-IPPNU-an. Lima materi ini akan dibahas dengan santai dan ringan, supaya kami nyaman di Makesta ini.

Dari jendela Aula, kulihat sekumpulan burung kutilang bertengger di pohon Randu. Mereka asyik bernyanyi, menikmati udara desa yang sejuk nan menyehatkan. Kurasa, jika burung-burung itu disuruh memilih antara hidup di New York, Las Vegas, Washington DC, Tokyo, Jakarta, atau di desaku ini, pasti mereka akan lebih memilih tetap di sini. Menjaga desaku agar tetap seperti ini, berarti menjaga burung-burung ini tetap bahagia. Ah, kenapa aku jadi memikirkan burung kutilang?

"Assalamu'alaikum Wr. Wb." suara Mas Budi sebagai Ketua PAC menggema di Aula. Yes!! Opening Ceremony Makesta telah dimulai.

"Wa'alaikumus Salam Wr. Wb.!" jawabku dan seluruh hadirin yang memenuhi Aula MI MHM Banjarsari ini.

Dengan seksama kudengarkan sambutan dari Mas Budi. Aku beruntung, karena duduk di barisan ke dua, bisa melihat Mas Budi dari dekat. Selama ini, aku hanya bisa mendengar namanya, namun di Makesta ini, dia ada di depanku. Ternyata benar yang dikatakan teman-teman bahwa Ketua PAC kita sangat ganteng. Hufffttt..... Hadechh... Kog aku malah mikirin ginian sih.

"Rekan dan Rekanita, peserta Makesta yang kami banggakan." kata Mas Budi dalam sambutannya, "kami ucapkan selamat mengikuti Makesta. Kami yakin, kalian bakalan betah di Makesta ini. Para Tim Pelatih yang profesional dan terpercaya akan siap melatih dan membimbing kalin selama tiga hari ke depan. Dan kami dari Pengurus PAC dan Pengurus Ranting akan dengan senang hati mengajak kalian untuk ikut memeriahkan setiap kegiatan kami.

"Rekan dan Rekanita, yang kami banggakan. Pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang! Duapuluh atau Tigapuluh tahun lagi, masa depan Bangsa dan Negara kita tercinta ini ada di pundak kita! Mari terus belajar! Kita tingkatkan kecakapan kita dalam berorganisasi, belajar mengenai kepemimpinan, menyelami ilmu pengetahun dengan senantiasa memegang nilai-nilai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah ala Nahdlatul Ulama, dan terus melestarikan tradisi-tradisi Islam Nusantara dengan penuh rasa bangga! Rekan-Rekanita, calon pemimpin masa depan! Selamat bergabung di IPNU-IPPNU. Selamat Belajar, Berjuang, Bertaqwa!"

****

Seminggu kemudian, di Kolam Renang Sendang Jaya Tirta Ngronggot.

"Delliya!" suara yang tak asing nyelonong ke telingaku. Kulihat dia duduk di gazebo di bawah pohon Mangga yang rindang. Dengan penuh rasa kegembiraan, aku datang menghampirinya.

"Hei, Raiyya! Apa kabar?" sapaku kepadanya. Dia ialah Raiyya, teman kecilku waktu duduk di TK dulu. Setelah TK, aku sudah tidak pernah melihatnya lagi. Kabarnya, dia hidup di Bandung bersama neneknya.

"Alhamdulilkah, aku baik-baik saja, Delliya. Eh, kamu seminggu yang lalu ikut Makesta, ya?"

"Eh... Kog tahu?"

"Iya, kemarin ada pocong yang cerita padaku. Ha.ha.ha..."

"Hadech... Pocong itu hampir membuat jantungku copot, Raiy!"

Di malam terakhir saat berlangsungnya Makesta, tepat pukul 01.00 WIB, kami dibangunkan oleh Panitia Makesta. Jerit Malam. Malam Pembaiatan. Suatu tradisi ritual dalam IPNU-IPPNU bagi anggota baru yang mengikuti Makesta.

Malam itu suhu udara sangat dingin. Angin tertiup pelan, namun pasti. Suara burung hantu terdengar gagah dan mengandung rasa penasaran. Nyamuk menari-nari di samping kepalaku. Kemudian sampailah aku di tengah-tengah kebonan yang gelap, sunyi, dan menakutkan. Karena aku perempuan, Panitia mengatur kami berjalan dua orang. Aku jalan dengan Nindi. Dia setahun lebih tua dariku, sati sama penatuknya denganku.

Setelah tiga pulum meter kami berjalan di tengah kegelapan, waktu seperti berhenti berdetik, angin seperti lenyap dimakan malam, udara terasa sesak, bulu kudukku berdiri, keringat dingin keluar dari pori-pori tubuhku. Aku takut. Kami ketakutan. Kugandeng tangan Nindi erat-erat, dan kupastikan bahwa aku tidak salah menggadeng orang. Aku dan Nindi sepakat untuk banyak membaca sholawat, berharap agar perjalanan kami lancar, tanpa ada masalah apa pun. Shallallah ala Muhammad, Shallallah ala Muhammad, Shallallah ala Muhammad,..... Demikianlah kami berdzikir.

"Delliya!" Nindi berbisik kepadaku. Kulihat wajahnya berubah pucat. Dia mengisaratkanku melihat ke arah jam 10.

"Waaaa...!!" aku reflek berteriak. Aku melihat sosok berwarna putih, tanpa wajah. Kami lari sekencang-kencangnya ke arah depan.

"Waaaa.!!" kami berdua berteriak untuk yang kedua kalinya. Ada sosok berwarna putih muncul tepat di depan wajahku. Aku hampir pingsan, dan jantungku hampir copot. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar; kuteriakkan lafadz itu dengan mantab. Berharap sosok misterius itu cepat sirna.

Kami terus berlari.

"ALLAHU AKBAR.!!" aku dan Nindi berteriak. Kali ini aku melihat pocong. Benar-benar pocong. Pocong yang sempurna. Wajahnya putih pucat. Tubuhnya dibalut kain putih, aku yakin itu adalah kain kafan. Matanya tajam menatapku. Kami berlari. Dia melompat-lompat mengejar kami. Kami kerahkan tenaga untuk lari sekencang-kencangnya. Kebonan ini terasa memanjang, seperti tak berujung. Aku melirik ke belakang, "Waaaaa....!", aku berteriak lagi. Aku melihat lima sosok menyeramkan mengejar kami bersama-sama.

Kami berlari semakin kencang.

Akhirnya jalan berbelok ke kiri. Kurasa sebentar lagi sampai di Pos terakhir. Benar. Ada lampu menyala, dan dua orang Panitia berdiri di sana. Kulihat lihat lagi dengan seksama, kupastikan agar aku tidak salah melihat. Yess... Mereka adalah Panitia. Kukeluarkan napas panjang. Lega.

"Assalamu'alaikum" Aku dan Nindi memberi salam.
"Wa'alaikumussalam" jawab salah satu Panitia. Kuluhat wajahnya masih segar. Tak terlihat ngantuk sedikit pun.

"Selamat datang di Pos ke tujuh," panitia yang satunya lagi berkata, "Ini kami sediakan teh hangat, silahkan diminum dulu." lanjutnya.

"Iya, Mas." jawabku, simpel.

"Ini, kalian dapat surat dari pocong dan setan-setan yang ada di sana!" Panitia itu menunjuk ke arah kami tadi berasal. "Silahkan dibuka!"

"Iya, Mas." jawabku. Kulihat Nindi hanya diam. Dia masih ketakutan, sama halnya denganku.

Surat itu kubuka pelan-pelan. Aku takut membacanya, namun di sisi lain aku penasaran dengan isinya. Maka kuputuskan untuk tetap membuka dan membacanya.

Setelah kubaca. Aku ketawa dan menangis gembira. Tapi aku juga kesal. Tangan mengepal, rasanya ingin memukul seseorang. Berkali-kali kukeluarkan napas lega. Mataku berbinar-binar. Hatiku terasa sejuk. Pikiranku segar. Suasana dini hari kembali mencair. Alhamdulillah, gumamku dalam hati.

Kemudian Panitia mengarahkanku ke lahan kosong yang luas. Aku melihat sudah ada puluhan peserta Makesta yang berkumpul di sana. Lima belas menit kemudian, kami dibaiat. Kami resmi menyelesaikan Makesta, dan sah menjadi anggota IPNU-IPPNU.


Tulisan dalam surat itu ialah:

Selamat menjadi Anggota baru IPNU-IPPNU. Salam 3B!

Tertanda
Pocong = Rizal
Kuntilanak = Rizkon
Setan yang lain = Bima dan Dhanu

Kelima anak yang jadi setan tersebut, semuanya adalah teman sekelasku. Mereka sudah ikut Makesta tahun lalu. Kini mereka bantu di kepanitiaan. Dan mereka sukses menakut-nakutiku.[]

______________________________
Malang, 21 September 2017

1 comment

Syarif Mugiwara said...

Penulise jek blajaran...
Mohon maklum ya, Critane garing.

Powered by Blogger.