Header Ads

ads header

Kaderisasi di Tingkat Basis, dan Loyalitas Budi di Organisasi

Dok. PAC IPNU Kec. Ngronggot 
Kalangan senior IPNU-IPPNU sering menjelaskan bahwa saat membicarakan perkaderan, maka secara otomatis juga membicarakan masa depan. Sebab, perkaderan merupakan urat nadi masa depan. Hal tersebut telah kita sepakati bersama. Tanpa kesadaran ini, maka ekspektasi untuk merajut masa depan kader yang militan dan organisasi yang unggul, matang, serta berkemajuan hanya akan menjadi lamunan mimpi semata yang jauh dari kata terwujud. Oleh karenanya, pengkaderan merupakan jiwa, ruh, dan nadinya organisasi.

Sebelum rekan/rekanita melanjutkan membaca tulisan ini, akan sangat sopan jika penulis harus mengatakan sebuah kejujuran bahwa tulisan ini adalah tulisan yang tidak penting dan tidak perlu dibaca secara serius. Wacana dalam tulisan ini terlalu garing dan akan sangat membuat waktu rekan/rekanita sia-sia karena membacanya. Namun jika rekan/rekanita masih tetap tidak berhenti membaca, ya, terserah. Hehe.

Okey... Berbicara mengenai pengkaderan, kita akan menemukan titik-titik urjen yang sering kita temui di wilayah basis (Anak Ranting, Ranting, dan Anak Cabang). Pertama, tentang jenjang kaderisasi awal, yaitu Masa Kesetiaan Anggota (Makesta). Tidak semua Pimpinan Ranting (PR) dapat menyelenggarakan Makesta, maka alternatifnya Pimpinan Anak Cabang (PAC) dapat mengadakannya dalam rangka membantu PR untuk melahirkan anggota-anggota baru yang lebih berkualitas. Tak hanya sampai di sana, andai ada PAC yang baru berdiri dan belum sanggup menyelenggarakan Makesta, maka Pimpinan Cabang (PC) pun juga harus turun gunung untuk membantu PAC tersebut. Hal tersebut adalah lumrah, bahkan sebuah keharusan untuk menumbuhkan jiwa gotong royong. Kepengurusan yang di atas, harus peka terhadap kepengurusan di bawahnya.

"Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua." (Soekarno, 01 Juni 1945)

Secara konstitusional, produk hukum IPNU-IPPNU mengatur bahwa Makesta adalah jenjang kaderisasi yang harusnya dilakukan oleh Pimpinan Ranting (Keputusan Rakernas IPNU nomor 7 tahun 2016 tentang Sistem Kaderisasi Pasal 26 Ayat 2 dan Keputusan Konbes IPPNU Komisi Pengkaderan dalam Buku Pedoman Pengkaderan IPPNU Tahun 2012 halaman 114) sebagai basis dari organisasi IPNU-IPPNU. Akan tetapi, situasi dan kondisi PR tidak semuanya ideal. Sehingga PR yang memang belum bisa menyelenggarakan Makesta, telah gugur kewajibannya atas program kerja tersebut.

Beda halnya dengan Lakmud yang melahirkan kader dan Lakut yang melahirkan kader pemimpin, maka Makesta masih sebatas melahirkan sosok Anggota. Sehingga tak dapat dipungkiri, jika ada banyak rekan/rekanita yang masih mengikuti Makesta saja, kemudian ia lepas dari struktural IPNU-IPPNU. Jangankan alumni Makesta, kader muda alumni Lakmud pun juga banyak yang demikian. Hal tersebut adalah PR (pekerjaan rumah) kita semua sebagai pengurus (baik PAC maupun PC).

Wilayah ranting adalah basis dari IPNU-IPPNU. Wacana yang seharusnya kita bawa ke ranah ranting tidak perlu muluk-muluk, apa lagi membahas perang ideologi, propaganda liberalis kapitalis, sosialis komunis, hingga konsep neoliberalis. Wacana penting yang harus kita tanamkan ke ranah basis adalah soal keistiqomahan dan loyalitas anggota. Cukup dua hal tersebut.

Jika para Elite IPNU di tingkat Wilayah dan Pusat sudah gencar-gencarnya membahas e-commers, ekonomi global, pasar bebas, dan revolusi industry 4.0, maka anggota di tingkat ranting tidak perlu latah hingga ikut-ikutan mengonsumsi konsep-konsep tersebut. Fokus terhadap situasi lahan garapan adalah penting. Sehingga jika ada ranting yang masih istiqomah menyelenggarakan kegiatan rutinnya setiap satu bulan sekali adalah sebuah pencapaian yang luar biasa di era saat ini.

Ada sebuah teori yang mengatakan bahwa keistiqomahan menyelenggarakn kegiatan dalm sebuah organisasi, maka akan memperkuat loyalitas anggota yang mengikuti kegiatan tersebut. Setiap anggota yang hadir dalam kegiatan rutin, dapat dipastikan akan berusaha membangun komunikasi horizontal sesama anggota. Konsekuensinya, ikatan emosional antar anggota akan mulai terbangun. Itu masih dalam ranah anggota. Dalam ranah kepengurusan pun juga demikian, jika sebelumnya ada banyak pengurus yang belum akrab satu sama lain, maka lambat laun akan mulai akrab. Maka sesederhana apa pun konsep kegiatan rutin di ranah Ranting dan Anak Cabang harus tetap diselenggarakan.

Profesionalitas dan Loyalitas
Dua hal tersebut ada bukan untuk dipertentangkan. Akan tetapi, hematnya, loyalitas adalah modal paling penting untuk anggota di wilayah basis. Profesionalitas adalah nomor sekian. PAC dan PR bukanlah tingkat kepengurusan yang harusnya bersenggolan dengan masalah-masalah nasional atau bahkan internasional (global). Masalah-masalah di ranah tersebut adalah lahan garapan Pimpinan Cabang ke atas. Sehingga kriteria-kriteria kepengurusan di ranah PAC dan PR tidak perlu sudah Lakmud apa lagi harus berpendidikan tinggi.

Ada sebuah cerita tentang anggota IPNU di sebuah desa. Dia pelajar yang rajin belajar, baik, suka menabung, dan tidak sombong. Hingga saya berani menjamin bahwa seluruh anak SD pun mengenal dia, namanya adalah Budi.

Pertama ikut IPNU, Budi diajak oleh tetangganya yang pada saat itu adalah ketua PAC. Budi dan tetangganya itu adalah teman sudah sangat dekat. Dan Budi percaya bahwa tetangganya tersebut pasti bisa dipercaya dan dapat ia jadikan panutan untuk berorganisasi di IPNU. Sehingga ia berkomitmen pada dirinya sendiri, bahwa jika tetangganya tersebut mengajak ke mana pun, asalkan dalam kegiatan IPNU, dia pasti mau dan harus memaksa dirinya sendiri untuk bilang bisa dan mau.

Budi bukan anak yang pandai berorganisasi. Ia hanya bermodalkan setia terhadap temannya itu, dan itu tetap ia pertahankan, hingga tetangganya tersebut kini sudah menjadi pengurus di PP IPNU. Loyalitas Budi di IPNU benar-benar teruji sejak awal masuk IPNU hingga ia menjadi kader pemimpin (telah mengikuti Latihan Kader Utama). Mulai dari hanya ikut pengajian rutin di ranting, mencari donatur konsumsi untuk rutinan, minta izin tempat untuk kegiatan rutinan ranting, membuat surat, memcetak surat, menyebarkan surat-surat, membuat proposal kegiatan, mencari dana untuk kegiatan, pernah dicaci maki orang, pernah terjebur selokan saat malam-malam pergi ke acara IPNU, basah kuyub kehujanan hingga demam, kepanasan saat menata lokasi kegiatan di siang hari, kehabisan uang untuk beli bensin sehingga mendorong motornya sendiri, dimarahi temannya sendiri karena kesalahan kecil, hingga tidak pulang rumah hingga beberapa hari karena saking banyaknya kegiatan yang ia ikuti di IPNU. Budi terbentur dengan masalah-masalah yang sebenarnya bukan untuk dia, tapi untuk tetangganya. Karena saking seringnya ia diajak ke sana ke mari oleh tentangganya, Budi pun ikut terbawa arus permasalahan sang tetangga.

Ketika tetangganya ke rumah alumni, Budi diajak. Ketika tetangganya mencari dana, Budi diajak. Ketika tetangganya meloby lokasi, Budi diajak. Semua berawal dari melihat dan mengamati, Budi pun akhirnya tahu banyak hal tentang organisasi. Pribadi Budi pun menjadi semakin tertata. Loyalitasnya melahirkan kualitas yang menuju kata mumpuni dalam berbagai hal.

Budi sudah Makesta, Budi sudah Lakmud, dan Budi harus sadar bahwa dia tidak boleh terus-terusan menggantungkan diri dengan tetangganya. Dia harus bangkit. Akhirnya Budi mengabdikan dirinya untuk fokus menata PAC dengan teman seangkatannya, dan mengawal Ranting-Ranting di wilayah kecamatannya berada. Dan tetap dengan rendah hati, ia pun selalu menjaga komunikasi dengan para senior dan alumni yang ada.

********

Dan Budi sebenarnya bukanlah perumpamaan seorang individu, dia bisa siapa saja kader-kader IPNU-IPPNU Anak Cabang Ngronggot. Semangat Budi harus menjadi contoh bagi kita semua. Loyalitas Budi patut kita apresiasi dan perlu kita jadikan motivasi untuk belajar dan berjuang pula di organisasi (IPNU).

Jika kita pengurus ranting, di awal kepengurusan kita dilantik bersama dengan seluruh pengurus dan ketua kita, maka periode kepengurusan berlangsung kita harus tetap berusaha bekerja sama menjalankan tugas-tugas organisasi. Jangan kita biarkan ketua menjalankan tugas sendiri, ke sana ke mari sendiri, dan mendapat masalah ia tanggung sendiri. Kepengurusan adalah sebuah kesatuan. Jika ada masalah, maka kita tanggung bersama, kita selesaikan bersama, kita upayakan bersama. Meninggalkan ketua, sama halnya mendorong ia ke perahu besar untuk berlayar di lautan yang luas, dan kita tinggalkan ia berlayar sendirian. Nahkoda adalah pemimpin, tapi nahkoda tetap butuh awak kapal untuk ikut menjalankan kapal besar agar ombak yang menerjang kapal tetap bisa diatasi bersama. []


Penulis: 
Waka. Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi PAC IPNU Kecamatan Ngronggot Masa Khidmat 2014-2016

No comments

Powered by Blogger.