Header Ads

ads header

Ingin Pandai Menulis Puisi dan Cerpen? Memadu Kasih dan Patah Hatilah!

ilustrasi: mojok.co

Hari ini (sebenarnya lumayan sering sih) saya iseng-iseng (sengaja) mampir ke portal Mojok. Setiap saya mampir ke sana, tujuan saya hanya satu: baca tulisan yang unik dan segar. Sebab, Mojok selalu punya konten yang bagi saya dapat dinikmati sambil cari udara segar di warung kopi.

Portal Mojok punya banyak rubrik. Ada esai, cerpen, dan puisi. Semua rubrik tersebut sudah punya SDM yang mumpuni dan layak kita baca hasil karyanya (sesekali juga saya copas – dengan tetap menyertakan link sumber dari Mojok). Ada satu tulisan dari redaksi Mojok, yaitu tips menulis cerpen dan puisi. Judulnya menarik, maka coba saya klik untuk sekedar ngintip seberapa ciamik trik tersebut.

Tips menulis cerpen dan puisi tersebut ditulis ala Mojok. Jadi bahasanya juga enteng, dan idenya diluar dugaan saya. Pertama, dia memberi trik tentang menulis puisi.

Untuk bisa menulis puisi yang bagus, ada satu tips yang begitu ciamik: jatuh cinta dan memadu kasihlah. Sebab konon, tiada puisi yang lebih indah ketimbang puisi yang ditulis oleh seseorang yang sedang dimabuk asmara.

Tips ini sebenarnya sudah umum. Sastrawan WS Rendra dan Kahlil Gibran menjadi salah dua bukti teori tersebut. Dan di Mojok, puisi-puisi tersebut dibangun oleh anak-anak muda yang lagi naik-naiknya dimabuk asmara, sehingga bisa mengafirmasi tips tersebut.

Saya pernah membaca biografi WS Rendra, karena dia seorang pujangga, apa pun kondisinya dia bisa menulis puisi yang bagus. Tapi, salah satu trik dia adalah ketika dia marah atau sedang badmood istrinya selalu (sering) berinisiatif memberinya kertas dan pensil, maka jadilah puisi Rendra.

Melalui puisinya, Rendra akan menghibur dirinya atau malah melimpahkan baddmood­-nya itu ke dalam tulisannya. Sesederhana itu. Walau mungkin ada yang bilang bahwa hasilnya tidak akan maksimal, itu bagus untuk meningkatkan jam terbang di dunia tulis-menulis.

Tulisan ini bukan lantas saya menganjurkan pacaran, lho, ya. Silahkan jatuh cinta, asal tetap sesuai norma dan nilai-nilai di masyarakat dan prinsip-prinsip di IPNU-IPPNU.

Tips kedua mengenai cerpen.

Sedangkan untuk menulis cerpen yang bagus, juga ada tips yang tak kalah ciamik: pegat dan patah hatilah. Sebab konon, tiada cerpen yang lebih menusuk ketimbang cerpen yang ditulis oleh seseorang yang sedang luluh lantak hatinya.

Ini tips yang benar-benar mengejutkan bagiku. Padahal, artikel tersebut sudah dipublikasikan di Mojok sejak 13 Juni 2017.

“Pegat dan patah hatilah” menjadi tips yang benar-benar tokcer, saya sepakat akan hal itu. Teman saya yang tergolong akademis pernah suatu ketika bercerita kepada saya bahwa ia sedang jatuh cinta pada seseorang. Dan ini baru kali keduanya setelah sekian tahun tidak pacaran. Enam bulan kemudian dia bilang kalau dia putus. Pacarnya dijodohkan. Saat itu pula cerpennya banjir di media sosial.

Dia menulis banyak cerita di medsos dengan nama akun samaran, nama tokoh hanya ada kata ganti orang pertama (aku), orang kedua tunggal (kau), dan orang ketiga tunggal (dia), latar waktu dan tempat samaran. Dia komitmen menulis cerpen setiap hari satu tulisan dengan target 730 tulisan (dua tahun). Tulisan tersebut ia upload setiap pukul 24.00 WIB, dan sekarang (Minggu, 30/05) sudah mencapai 557 postingan/cerita.

Selain kawanku itu, ada juga yang menjadi hobi menulis cerpen karena patah hati. Bukan patah hati dengan pasangannya, tapi patah hati dengan kelompok tertentu yang sebelumnya sudah lama ia ikuti. Di kelompok tersebut ia punya beda pendapat. Akhirnya dikucilkan dan tidak pernah diajak komunikasi perihal agenda-agenda kelompoknya. And than, blog pribadinya menjadi lahan basah untuk melampiaskan kekesalan dan kekecewaan kepada kawan-kawannya tersebut.

Tapi cerpen yang muncul karena patah hati sebab asmara dan patah hati sebab lainnya memiliki perbedaan yang sangat terasa. Kasus pertama lebih emosional dan nyata sebab penggambarannya lebih mendalam. Kasus kedua kadang masih sangat dangkal dan tidak sampai menyentuh hati pembaca. Makanya redaksi Mojok lebih menyarankan cerpen ditulis oleh kasus pertama.

Lalu, jika belum belum pernah punya kekasih apalagi patah hati, bagaimana dong?

Nah, kalau itu, jangan pernah menulis puisi atau cerpen, pasti jelek hasilnya. Menulis esai saja buat Mojok.co. Sebab konon, tiada esai di Mojok yang lebih bagus ketimbang esai yang ditulis oleh seseorang yang nihil kekasih.

 

Agus Mulyadi dan Arman Dhani itu dulu kalau nulis di Mojok pasti bagus, sekarang setelah keduanya punya pacar, tulisannya jadi busuk minta ampun. Jangankan bagus, jelek saja belum. Kalaupun bisa dimuat, itu bukan karena tulisannya yang bagus, tapi karena koneksi orang dalam saja.

 

 

 Penulis : Syarif Dhanurendra

 

 

No comments

Powered by Blogger.